...
"Tapi sebelum aku menjawabnya, izinkan aku menyampaikan rasa simpati yang mendalam atas kehidupanmu yang berat dan menyesakkan. Tidak semua orang sanggup menjalaninya. Maka saat itu ditakdirkan kepada kita, insyaallah karena kita mampu memikulnya."
"Baiklah, aku akan membahasnya menjadi tiga bagian. Tidak terpisahkan satu sama lain. Kau pahami ketiga tiganya. Semoga itu membantu memberikan lampu kecil dalam kehidupanmu."
"Bagian yang pertama, kita keliru sekali jika lari dari sebuah kenyataan hidup, Nak. Aku tahu, lima belas tahun menjadi pelacur adalah nista yang tak terbayangkan. Tapi sungguh, kalau kau lari dari kenyataan itu, kau hanya meyulitkan diri sendiri. Ketahuilah, semakin keras kau berusaha lari, maka semakin kuat cengkeramannya. Semakin kencang kau berteriak melawan, maka semakin kencang pula gemanya memantul, memantul, dan memantul lagi memenuhi kepala."
"Kita tidak bisa melakukan itu, Upe. Tidak bisa. Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu, Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia."
"Bagian yang kedua, tentang penilaian orang lain, tentang cemas diketahui oleh orang lain siapa kau sebenarnya. Maka ketahuilah, Nak, saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis sedang tertawa atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. Maka, tidak relevan penilaian orang lain."
"Kita tidak perlu membuktikan apa pun kepada siapa pun bahwa kita itu baik. Buat apa? sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang lain menanggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu persis apakah kita memang sebaik itu."
"Bagian ketiga, terakhir, apakah Allah akan menerima seorang pelacur di Tanah Suci? Jawabannya, hanya Allah yang tahu. Kita tidak bisa menebak, menduga, memaksa, merajuk, dan sebagainya. Itu hak penuh Allah. Tapi ketahuilah, Nak, ada sebuah kisah dari Nabi kita. Mungkin itu akan membuatmu menjadi lebih mantap."
...
- Rindu; Bagian 31; Hal 311
- 5:01 AM
- 0 Comments